Senin, 05 Mei 2014

Makalah Psikologi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Psikologi pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, sering fokus pada subkelompok seperti anak-anak berbakat dan mereka tunduk pada cacat tertentu. Peneliti dan ahli teori yang cenderung diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait dengan pengaturan yang diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun perbedaan ini tidak dibuat di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi adalah "psikolog pendidikan".
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Oleh karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan pandangan tentang landasan psikologi pendidikan dan mencegah terjadinya beban psikologi pada peserta didik serta dapat melakukan pendekatan secara baik antara pendidik dan peserta didik.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Pengertian Pendidikan dan belajar
2.    bagaimana peran psikologi Pendidikan dalam peningkata proses belajar mengajar
C.   Tujuan
1.  Mampu menjelaskan Psikologi Pendidikan
2.  Mampu Mengetahui peran Psikologi pendidikan dalam proses Belajar Mengajar




BAB II
PEMBAHASAN

A.   KONDISI BELAJAR DAN MASALAH-MASALAH BELAJAR

Guru professional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia menemukan bahwa ada bermacam hal yang menyebabkan siswa belajar.ada siswa yang tidak belajar karena dimarahi oleh orang tua. Ada siswa yang enggan belajar karena pindah tempat tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajarkan topic tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar karena bercita-cita menjadi seorang ahli. Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang masalah-masalah belajar merupakan hal yang sangat penting bagi guru atau calon guru.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai kondisi belajar dan masalah-masalah belajar. Kondisi belajar merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kondisi belajar yang baik akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang baik, begitu pula sebaliknya.


1.     Definisi Kondisi Belajar
Kondisi belajar adalah suatu keadaan yang dapat mempengaryhi proses dan hasil belajar. Definisi lain tentang kondisi belajar adalah suatu yang mana terjadi aktifitas pengetahuan dan pengalaman melalui berbagai proses pengolahan mental. Sedangkan menurut Gagne dalam bukunya “Condition of learning” (1977) menyatakan “The occurence of learningis inferred from a difference in human being’s performance before and after being placed in a learning situation”. Terjadinya belajar pada manusia terdapat perbedaan dalam penampilan/ kinerja manusia sebelum dan sesudah ia ditempatkan pada situasi belajar. Dengan kata lain ia menyatakan bahwa kondisi belajar adalah suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan perubahan perilaku (performance) pada seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi tersebut.
Menurut Gagne membagi kondisi belajar atas dua, yaitu:
a.      Kondisi internal (internal condition) adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh seperankat proses transformasi (ingat information processing theory Gagne).
b.      Kondisi Eksternal (eksternal condition) adalah situasi peransang di luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk setiap kasus. Begitu pula dengan jenis kemampuan belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.
 Kondisi Belajar Untuk Berbagai Jenis Belajar Gagne (dalam Richey, 2000) menyatakan bahwa dibutuhkan belajar yang efektif untuk berbagai jenis/ kategori kemampuan belajar. Kondisi belajar dibagi atas lima kategori belajar sebagai berikut
c.      Keterampilan intelektual (Intellectual Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali keterampilan keterampilan bawahan (yang sebelumnya), pembimbing dengan kata-kata atau alat lainnya, pendemonstrasian penerapan oleh siswa dengan diberikan balikan, pemberian review.
d.      Informasi verbal (Verbal Information): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali konteks dari informasi yang bermakna, kinerja (performance) dari pengetahuan baru yang konstruktsi, balikan
e.      Stategi kognitif (Cognitive Strategy/problem solving): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali aturan-aturan dan konsep-konsep yang relevan, penyajian situasi masalah baru yang berhasil, pendemonstrasian solusi oleh siswa.
f.       Sikap (Attitude): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali informasi dan keterampilan intelektual yang relevan dengan tindakan pribadi yang diharapkan. Pembentukan atau pengingatan kembali model manusia yang dihormati, penguatan tindakan pribadi dengan pengalaman langsung yang berhasil maupun yang dialami oleh orang lain dengan mengamati orang yang dihormati.
g.       Keterampilan motorik (Motor Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali rangkaian unsur motorik, pembentukan atau pengingatan kembali kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan, pelatiahn keterampilan-keterampilan keseluruahn, balikan yang tepat.
2.    Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal
Secara umum kondisi belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaiman seorang siswa belajar.
Di bawah ini adalah masalah-masalah belajar yang bersifat internal dan masalah-masalah yang bersifat eksternal:
1.    Masalah belajar internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a.      Kesehatan
b.      Rasa aman
c.      Faktor kemampuan intelektual
d.      Faktor afektif seperti perasaan dan percaya diri
e.      Motivasi
f.       Kematangan untuk belajar
g.       Usia
h.     Kematangan untuk belajar
i.        Usia
j.         Jenis kelamin
k.      Latar belakang social
l.       Kebiasaan belajar
m.    Kemampuan mengingat
n.     Dan kemampuan penginderaan seperti: melihat, mendengar atau merasakan.
2.    Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, seperti:
a.    Kebersihan rumah
b.    Udara yang panas
c.    Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
d.    Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
e.    Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah
f.     Kualitas proses belajar mengajar.
Belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal:
1.     Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani siswa.
faktor Internal dibedakan menjadi:
1)    Faktor Fisiologis.
Faktor Fisiologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan jasmani seseorang, misalnya tentang fungsi organ-organ, dan susunan-susunan tubuh yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

2)    Faktor Psikologis
Faktor Psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan siswa. Faktor Psikologis dapat dibedakan menjadi:
a.    Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan. Bakat anak akan dimulai tampak sejak ia dapat berbicara atau sudah masuk Sekolah Dasar (SD). Bakat yang dimiliki setiap anak tidaklah sama. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak dalam bidang-bidang studi tertentu. Jadi, merupakan hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan atau keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya. Dengan tidak adanya fektor penunjang dan usaha untuk mengembangkannya, maka bakat tersebut lama kelamaan akan punah.
b.     Minat
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu. Dalam minat, ada dua hal yang harus diperhatikan:

3)     Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada anak, memungkinkan anak untuk dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan mpersoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya, jika tingkat kemampuan dasar anak rendah maka dapat mengakibatkan ank mengalami kesulitan dalam belajar.
3.     Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal manusia yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Fungsi motivasi adalah mendorong sesorang untuk interes pada kegitan yang akan dikerjakan, menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, dan mendorong seseorang untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya motovasi yang baik dalam belajar, akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula.
1.     Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor Eksternal dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.     Faktor Sosial
Faktor sosial dibagi menjadi beberapa lingkungan, yaitu:

2.    Lingkungan keluarga, yaitu:
a)     Orang tua
Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan pengertian dari orang tua. Apabila anak sedang belajar, anak jangan diganggu dengan tugas rumah. Orang tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah. Didikan orang tua yang kurang baik akan berpengaruh tidak baik pula terhadap kondisi anak dalam kegiatan belajar.
b)     Suasana rumah
Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis akan menimbulakan suasana kaku dan tegang dalam berkeluarga yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar. Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan belajar yang kuat bagi anak.
c)     Kemampuan ekonomi keluarga
Hasil belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi juga alat-alat belajar yang memadai, seperti buku, pensil, pena, peta, bahkan buku bacaan. Sedangkan sebagian besar, alat-alat pelajaran harus disediakan sendiri oleh murid yang bersangkutan. Bagi orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai, sudah barang tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya itu secara maksimal. Maka murid akan menanggung resiko yang tidak diharapkan.
d)     Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Jadi, anak-anak hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik agar mendorong anak untuk belajar.
3.      Lingkungan Guru, yaitu:
a)    Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara rutin akan menyebabkan proses belajar menjadi kurang lancar, dan menyebabkan anak didik merasa ada distansi (jarak) dengan guru, sehingga segan untuk berpartisipai aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
b)    Hubungan antar murid
Guru yang kurang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akna mengetahui bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Suasana kelas semacam ini sangat tidak diharapkan dalam proses belajar. Untuk itu maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar bersama, hal ini dimaksudkan agar kondisi individual siswa berlangsung dengan baik.
c)     Cara penyajian bahan pelajaran
Guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah guru yang mencoba metode-metode baru, yang dapat membantu dalam meningkatkan kondisi belajar siswa.
4.    Lingkungan Masyarakat, yaitu:
1.    eman Bergaul
Pergaulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam dan membentuk kepribadian dan sosialisasi anak. Orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai mendapat teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena prilaku yang tidak baik, akan mudah sekali menular kepada anak lain.


2.     Pola Hidup Lingkungan
Pola hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di kondisi masyarakat kumuh yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi belajar anak, karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar.
3.     Kegiatan dalam masyarakat
Kegiatan dalam masyarakat dapat berupa karang taruna, menari, olah raga, dan lain sebagainya. Bila kegiatan tersebut dilakukan secara berlebihan, tentu akan menghambat kegiatan belajar. Jadi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya.
4.     Mass Media
Mass media adalah sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar. Misalnya, bioskop, radio, video-kaset, novel, majalah, dan lain-lain. Banyak anak yang terlalu lama menonton TV, membaca novel, majalah yang tidak dibertanggung jawabkan dari segi pendidikan. Sehingga, mereka akan lupa akan tugas belajarnya. Maka dari itu, buku bacaan, video-kaset, majalah, dan mass media lainnya perlu diadakan pengawasan yang ketat dan diseleksi dengan teliti.
3.     Faktor Non-sosial
Faktor non-sosial adalah sebagai berikut:
Sarana dan prasarana sekolah, adalah sebagai berikut:
1)     Kurikulum
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Sistem intruksional sekarang menghendaki, bahwa dalam proses belajar mengajar yang dipentingkan adalah kebutuhan anak. Maka guru perlu mendalami dengan baik dan harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual.
Kurikulum pada dasarnya disusun berdasarkan tuntutan zaman dan kemajuan masyarakat yang didasarkan suatu rencana pembangunan lima tahunan yang diberlakukan pemerintah. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntunan kebutuhan baru, akibatnya kurikulum perlu dikonstruksi yang menimbulkan lahirnya kurikulum baru.
Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah:
a.    Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah, bila tujuan berubah maka pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi akan berubah. Sekurang-kurangnya, kegiatan belajar mangajar perlu diubah,
b.    Isi pendidikan berubah; akibatnya buku-buku pelajaran dan buku bacaan serta sumber yang lain akan berubah. Hal ini menimbulkan anggaran pendidikan disemua tingkat,
c.    Kegiatan belajar mengajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru. Bila pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan siswa akan mengalami perubahan, dan
d.    Evaluasi berubah; akibatnya guru akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan ukuran lulusan yang baru.
                  Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru, siswa, petugas pendidik serta orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”. Bagi Siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru dengan cara siswa harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”. Bagi petugas pendidik, ia juga perlu mempelajari tata kerja pada kurikulum “baru”, dan menghindarkan diri dari tata kerja pada kurikulum ”lama”. Bagi Orang Tua siswa, ia perlu mempelajari maksud, tata kerja, peran guru, dan peran siswa dalam belajr pada kurikulum “baru” serta memahami adanya metode dan teknik belajar “baru” bagi anak-anaknya maka ia dapat membantu proses belajar anaknya secara baik.
5.     Media pendidikan
Media pendidikan dapat berupa buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD, komputer dan lain sebagainya. Pada umumnya, sekolah masih kurang memiliki media tersebut, baik dalam jumlah maupun kualitas. Lengkapnya media pendidikan merupakan kondisi belajar yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya media pendidikan menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola media pendidikan sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.”
Media pendidikan dalam proses belajar adalah barang mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah dan uang masyarakat. Maksud pembelian tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya media pendidikan berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya.
Peranan guru adalah sebagai berikut:
      memelihara, mengatur media untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,
      memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan siswa belajar, dan
       mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan prasarana dan sarana secara tepat guna.
Peranan siswa sebagai berikut:
Ø  ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan media pendidikan secara baik,
Ø  ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan media pendidikan secara tepat guna,
Ø  menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.
6.     Keadaan gedung
Dengan banyaknya jumlah siswa yang membeludak, keadaan gedung dewasa ini masih sangat kurang. Mereka harus duduk berjejal-jejal di dalam kelas. Faktor ini tentu menghambat lancarnya kondisi belajar siswa. Keadaan gedung yang tua dan tidak direnovasi, serta kenyamanan dan kebersihan di dalam kelas yang masih kurang. Hal itu, dapat menimbulkan ketidak nyamanan siswa dalam belajar. Sehingga kegiatan belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.
7.     Sarana Belajar
Sarana belajar di sekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan yang tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang darurat atau tidak lengkap, tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan mempengaruhi kualitas belajar, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adakalanya juga, sarana yang sudah begitu lengkap tidak disertai dengan sistem pelayanan yang ramah. Contohnya, pegawai perpustakaan yang cenderung tidak ramah, dan tidak membantu, peraturan-peraturan yang tidak memberikan layanan yang jelas terhadap pemakai sarana, sikap arogan petugas menganggap bahwa pusat-pusat layanan itu adalah miliknya karena ia mempunyai otoritas.
8.     Waktu belajar
Karena keterbatasan gedung sekolah, sedangkan jumlah siswa banyak, maka ada siswa yang harus terpaksa sekolah di siang hingga sore hari. Waktu di mana anak-anak harus beristirahat, tetapi harus masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk. Berbeda dengan anak yang belajar di pagi hari. Sebab, pikiran mereka masih segar, dan jasmani dalam kondisi baik. Karena belajar di pagi hari, lebih efektif daripada belajar pada waktu lainnya. Oleh karena itu alangkah baiknya kegiatan belajar di sekolah dilaksanakan pada pagi hari.
9.     Rumah
Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana umum untuk anak, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti ini jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
10.  Alam
Hal ini dapat berupa keadaan cuaca yag tidak mendukung anak untuk melangsungkan proses belajar mengajar. Kalaupun berlangsung, tentu kondisi belajar siswa akan kurang optimal.
3.     Cara Mendiagnosa Masalah Belajar dan Mengatasinya
Yang dimaksud dengan proses mendiagnosis adalah proses pemeriksaan terhadap suatu gejala yang tidak beres. Diagnosis masalah belajar dilakukan jika guru menandai atau mengidentifikasi adanya kesulitan belajar pada muridnya.
Diagnosis masalah belajar dilakukan secara sistematis dan terarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi adanya masalah belajar
Untuk mengidentifikasi masalah belajar diperlukan seperankat keterampilan khusus, sebab kemampuan mengidentifikasi yang berdasarkan naluri belakang kurang efektif. Gejala-gejala munculnya masalah belajar dapat diamati dalam berbagai bentuk, biasanya muncul dalam bentuk perubahan perilaku yang menyimpang atau dalam menurunnya hasil belajar. Perilaku yang menyimpang juga muncul dalam berbagi bentuk seperti: suka mengganggu teman, merusak alat-alat pembelajaran dan lain sebagainya.
2.    Menelaah atau menetapkan status siswa
Penelaahan dan penetapan status murid dilakukan dengan cara:
1)    Menetapkan tujuan khusus yang diharapkan dari murid
2)    Menetapkan tingkat ketercapaian tujuan khusus oleh murid dengan menggunakan teknik dan alat yang tepat.
3)    Menetapkan pola pencapaian murid, yaitu seberapa jauh ia berbeda dari tujuan yang ditetapkan itu.
3.     Memperkirakan sebab terjadinya masalah belajar
Membuat perkiraan yang tepat adalah suatu perbuatan yang kompleks yang keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa prinsip yang harus diingat dalam memperkirakan sebab terjadinya masalah belajar:
1)    Gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh sebab yang berbeda
2)    Sebab yang sama dapat menimbulkan gejala yang berbeda
3)    Berbagai penyebab dapat berinteraksi yang dapat menimbulkan gejala masalah yang makin kompleks.
B.   Peran Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si. mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam yaitu ::
1.     Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2.    Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3.    Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik. Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :
1)    Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
2)    Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3)    Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4)    Perkembangan siswa (growth).
5)    Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6)    Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7)    Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8)    Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9)    Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10) Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11) Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12) Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13) Kesehatan rohani (mental hygiene).
14) Pendidikan membentuk watak (character education).
15) Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16) Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1.    Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2.    Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3.    Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4.    Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5.    Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6.    Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7.    Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Penutup.
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
8.    Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.




BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Kondisi diri siswa harus dipertimbangkan dalam merancang materi pembelajaran, metode dan media pembelajaran, serta pemilihan pendekatan belajar agar tidak menimbulkan hambatan belajar, melainkan dapat mengembangkan potensi diri siswa. Hasil yang diharapkan terbentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Guru sebagai sumber pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut guru dapat melakukan langkah-langkah berupa (1) Mengidentifikasi adanya masalah belajar (2) Menelaah/menetapkan status siswa (3) Memperkirakan sebab terjadinya masalah belajar.

B.   Saran
Dengan makalah ini tentunya kita dapat mengetahui bagaimana peran Psikologi pendidikan dalam proses belajar megajar agar proses peningkatan belajar siswa sesuai yang kita inginkan.


DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John w.2008, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, Penerbit: Kencana Prenada Media Group:Jakarta
http://adinnagrak.blogspot.com/2013/11/makalah-peranan-psikologi-dalam_30.html