BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi
pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia belajar dalam setting
pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan
psikologi sosial sekolah sebagai organisasi. Psikologi
pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, sering
fokus pada subkelompok seperti anak-anak berbakat dan mereka tunduk pada cacat
tertentu. Peneliti dan ahli teori yang
cenderung diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai psikolog pendidikan,
sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait dengan pengaturan yang
diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun
perbedaan ini tidak dibuat di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi
adalah "psikolog pendidikan".
Dalam
proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi
sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur
psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan
secara efektif.
Oleh
karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan pandangan tentang landasan
psikologi pendidikan dan mencegah terjadinya beban psikologi pada peserta didik serta dapat melakukan pendekatan secara baik antara
pendidik dan peserta didik.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Pengertian Pendidikan dan belajar
2.
bagaimana peran psikologi Pendidikan dalam
peningkata proses belajar mengajar
C.
Tujuan
1. Mampu
menjelaskan Psikologi Pendidikan
2. Mampu
Mengetahui peran Psikologi pendidikan dalam proses Belajar Mengajar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONDISI BELAJAR DAN MASALAH-MASALAH
BELAJAR
Guru
professional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia
menemukan bahwa ada bermacam hal yang menyebabkan siswa belajar.ada siswa yang tidak belajar karena dimarahi
oleh orang tua. Ada siswa yang enggan belajar karena pindah tempat tinggal. Ada
siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajarkan topic tertentu.
Ada pula siswa yang giat belajar karena bercita-cita menjadi seorang ahli.
Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang
masalah-masalah belajar merupakan hal yang sangat penting bagi guru atau calon
guru.
Dalam
makalah ini kami membahas mengenai kondisi belajar dan masalah-masalah belajar.
Kondisi belajar merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar. Kondisi belajar yang baik akan mempengaruhi proses dan hasil belajar
yang baik, begitu pula sebaliknya.
1. Definisi Kondisi Belajar
Kondisi belajar adalah suatu keadaan
yang dapat mempengaryhi proses dan hasil belajar. Definisi lain tentang kondisi
belajar adalah suatu yang mana terjadi aktifitas pengetahuan dan pengalaman
melalui berbagai proses pengolahan mental. Sedangkan menurut Gagne dalam
bukunya “Condition of learning” (1977) menyatakan “The occurence of learningis
inferred from a difference in human being’s performance before and after being
placed in a learning situation”. Terjadinya belajar pada manusia terdapat
perbedaan dalam penampilan/ kinerja manusia sebelum dan sesudah ia ditempatkan
pada situasi belajar. Dengan kata lain ia menyatakan bahwa kondisi belajar
adalah suatu situasi belajar (learning situation) yang dapat menghasilkan perubahan
perilaku (performance) pada seseorang setelah ia ditempatkan pada situasi
tersebut.
Menurut Gagne membagi kondisi
belajar atas dua, yaitu:
a. Kondisi internal (internal
condition) adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia
mempelajari sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh seperankat proses
transformasi (ingat information processing theory Gagne).
b. Kondisi Eksternal (eksternal
condition) adalah situasi peransang di luar diri si belajar. Kondisi belajar
yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk setiap kasus. Begitu pula
dengan jenis kemampuan belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar
sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.
Kondisi Belajar Untuk Berbagai Jenis Belajar
Gagne (dalam Richey, 2000) menyatakan bahwa dibutuhkan belajar yang efektif
untuk berbagai jenis/ kategori kemampuan belajar. Kondisi belajar dibagi atas
lima kategori belajar sebagai berikut
c. Keterampilan intelektual
(Intellectual Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan
adalah pengambilan kembali keterampilan keterampilan bawahan (yang sebelumnya),
pembimbing dengan kata-kata atau alat lainnya, pendemonstrasian penerapan oleh
siswa dengan diberikan balikan, pemberian review.
d. Informasi verbal (Verbal
Information): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah
pengambilan kembali konteks dari informasi yang bermakna, kinerja (performance)
dari pengetahuan baru yang konstruktsi, balikan
e. Stategi kognitif (Cognitive
Strategy/problem solving): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang
dibutuhkan adalah pengambilan kembali aturan-aturan dan konsep-konsep yang
relevan, penyajian situasi masalah baru yang berhasil, pendemonstrasian solusi
oleh siswa.
f. Sikap (Attitude): untuk jenis belajar
ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali informasi dan
keterampilan intelektual yang relevan dengan tindakan pribadi yang diharapkan.
Pembentukan atau pengingatan kembali model manusia yang dihormati, penguatan
tindakan pribadi dengan pengalaman langsung yang berhasil maupun yang dialami
oleh orang lain dengan mengamati orang yang dihormati.
g. Keterampilan motorik (Motor Skill): untuk
jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali
rangkaian unsur motorik, pembentukan atau pengingatan kembali
kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan, pelatiahn keterampilan-keterampilan
keseluruahn, balikan yang tepat.
2.
Masalah-masalah Belajar Internal dan
Eksternal
Secara umum kondisi belajar internal
dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara lain, pertama,
lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses
pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua, suasana emosional
siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses pembelajaran
siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil maka
proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga, lingkungan sosial.
Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaiman
seorang siswa belajar.
Di bawah ini adalah masalah-masalah
belajar yang bersifat internal dan masalah-masalah yang bersifat eksternal:
1.
Masalah
belajar internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau
faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar.
Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a. Kesehatan
b. Rasa aman
c. Faktor kemampuan intelektual
d. Faktor afektif seperti perasaan dan
percaya diri
e. Motivasi
f. Kematangan untuk belajar
g. Usia
h. Kematangan untuk belajar
i. Usia
j.
Jenis kelamin
k. Latar belakang social
l. Kebiasaan belajar
m. Kemampuan mengingat
n. Dan kemampuan penginderaan seperti:
melihat, mendengar atau merasakan.
2.
Masalah
belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa
sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak beresan siswa
dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa,
seperti:
a. Kebersihan rumah
b. Udara yang panas
c. Ruang belajar yang tidak memenuhi
syarat
d. Alat-alat pelajaran yang tidak
memadai
e. Lingkungan sosial maupun lingkungan
alamiah
f. Kualitas proses belajar mengajar.
Belajar sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal maupun faktor eksternal:
1.
Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang
timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani siswa.
faktor Internal dibedakan menjadi:
1) Faktor Fisiologis.
Faktor
Fisiologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan jasmani
seseorang, misalnya tentang fungsi organ-organ, dan susunan-susunan tubuh yang
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
2) Faktor Psikologis
Faktor
Psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan siswa.
Faktor Psikologis dapat dibedakan menjadi:
a. Bakat
Bakat
adalah kemampuan potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan.
Bakat anak akan dimulai tampak sejak ia dapat berbicara atau sudah masuk
Sekolah Dasar (SD). Bakat yang dimiliki setiap anak tidaklah sama. Bakat akan
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak dalam bidang-bidang
studi tertentu. Jadi, merupakan hal yang tidak bijaksana apabila orang tua
memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan atau keahlian
tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya. Dengan
tidak adanya fektor penunjang dan usaha untuk mengembangkannya, maka bakat
tersebut lama kelamaan akan punah.
b. Minat
Minat
adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk
sesuatu. Dalam minat, ada dua hal yang harus diperhatikan:
3) Intelegensi
Intelegensi
adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada
anak, memungkinkan anak untuk dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan
memecahkan mpersoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil.
Sebaliknya, jika tingkat kemampuan dasar anak rendah maka dapat mengakibatkan
ank mengalami kesulitan dalam belajar.
3.
Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal
manusia yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Fungsi motivasi adalah
mendorong sesorang untuk interes pada kegitan yang akan dikerjakan, menentukan
arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, dan mendorong
seseorang untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya motovasi yang baik
dalam belajar, akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula.
1. Faktor Eksternal
Faktor
Eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor Eksternal
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Faktor Sosial
Faktor
sosial dibagi menjadi beberapa lingkungan, yaitu:
2. Lingkungan keluarga, yaitu:
a) Orang tua
Dalam
kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan pengertian dari orang
tua. Apabila anak sedang belajar, anak jangan diganggu dengan tugas rumah.
Orang tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin
membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah.
Didikan orang tua yang kurang baik akan berpengaruh tidak baik pula terhadap
kondisi anak dalam kegiatan belajar.
b) Suasana rumah
Hubungan
antar anggota keluarga yang kurang harmonis akan menimbulakan suasana kaku dan
tegang dalam berkeluarga yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk
belajar. Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih
sayang, akan memberikan dorongan belajar yang kuat bagi anak.
c) Kemampuan ekonomi keluarga
Hasil
belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi juga alat-alat
belajar yang memadai, seperti buku, pensil, pena, peta, bahkan buku bacaan.
Sedangkan sebagian besar, alat-alat pelajaran harus disediakan sendiri oleh
murid yang bersangkutan. Bagi orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai,
sudah barang tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya itu secara
maksimal. Maka murid akan menanggung resiko yang tidak diharapkan.
d) Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat
pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam
belajar. Jadi, anak-anak hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik agar
mendorong anak untuk belajar.
3. Lingkungan Guru, yaitu:
a) Interaksi guru dan murid
Guru
yang kurang berinteraksi dengan murid secara rutin akan menyebabkan proses
belajar menjadi kurang lancar, dan menyebabkan anak didik merasa ada distansi
(jarak) dengan guru, sehingga segan untuk berpartisipai aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.
b) Hubungan antar murid
Guru
yang kurang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akna
mengetahui bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak
sehat. Suasana kelas semacam ini sangat tidak diharapkan dalam proses belajar.
Untuk itu maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup
bergotong-royong dalam belajar bersama, hal ini dimaksudkan agar kondisi
individual siswa berlangsung dengan baik.
c) Cara penyajian bahan pelajaran
Guru
yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi
bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah
guru yang mencoba metode-metode baru, yang dapat membantu dalam meningkatkan
kondisi belajar siswa.
4. Lingkungan Masyarakat, yaitu:
1. eman Bergaul
Pergaulan
dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam dan membentuk kepribadian dan
sosialisasi anak. Orang tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai
mendapat teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan. Karena
prilaku yang tidak baik, akan mudah sekali menular kepada anak lain.
2. Pola Hidup Lingkungan
Pola
hidup tetangga yang berada di sekitar rumah di mana anak itu berada, punya
pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak berada di
kondisi masyarakat kumuh yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran
misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi belajar anak, karena ia akan
mengalami kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau
meminjam alat-alat belajar.
3. Kegiatan dalam masyarakat
Kegiatan
dalam masyarakat dapat berupa karang taruna, menari, olah raga, dan lain
sebagainya. Bila kegiatan tersebut dilakukan secara berlebihan, tentu akan
menghambat kegiatan belajar. Jadi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan
anak-anaknya.
4. Mass Media
Mass
media adalah sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar. Misalnya,
bioskop, radio, video-kaset, novel, majalah, dan lain-lain. Banyak anak yang
terlalu lama menonton TV, membaca novel, majalah yang tidak dibertanggung
jawabkan dari segi pendidikan. Sehingga, mereka akan lupa akan tugas
belajarnya. Maka dari itu, buku bacaan, video-kaset, majalah, dan mass media
lainnya perlu diadakan pengawasan yang ketat dan diseleksi dengan teliti.
3. Faktor Non-sosial
Faktor
non-sosial adalah sebagai berikut:
Sarana
dan prasarana sekolah, adalah sebagai berikut:
1)
Kurikulum
Program pembelajaran di sekolah
mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah
adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum
yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi
tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk
membelajarkan siswa. Sistem intruksional sekarang menghendaki, bahwa dalam
proses belajar mengajar yang dipentingkan adalah kebutuhan anak. Maka guru
perlu mendalami dengan baik dan harus mempunyai perencanaan yang mendetail,
agar dapat melayani anak belajar secara individual.
Kurikulum pada dasarnya disusun
berdasarkan tuntutan zaman dan kemajuan masyarakat yang didasarkan suatu
rencana pembangunan lima tahunan yang diberlakukan pemerintah. Dengan kemajuan
dan perkembangan masyarakat, timbul tuntunan kebutuhan baru, akibatnya
kurikulum perlu dikonstruksi yang menimbulkan lahirnya kurikulum baru.
Perubahan kurikulum sekolah
menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah:
a. Tujuan yang akan dicapai mungkin
berubah, bila tujuan berubah maka pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi akan berubah. Sekurang-kurangnya, kegiatan belajar mangajar perlu
diubah,
b. Isi pendidikan berubah; akibatnya
buku-buku pelajaran dan buku bacaan serta sumber yang lain akan berubah. Hal
ini menimbulkan anggaran pendidikan disemua tingkat,
c. Kegiatan belajar mengajar berubah,
akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan
mengajar yang baru. Bila pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan siswa akan
mengalami perubahan, dan
d. Evaluasi berubah; akibatnya guru
akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi
berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan
ukuran lulusan yang baru.
Perubahan
kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru, siswa, petugas pendidik serta
orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam
hal ini guru harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”. Bagi
Siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran, dan sumber
belajar yang baru dengan cara siswa harus menghindarkan diri dari cara-cara
belajar ”lama”. Bagi petugas pendidik, ia juga perlu mempelajari tata kerja
pada kurikulum “baru”, dan menghindarkan diri dari tata kerja pada kurikulum
”lama”. Bagi Orang Tua siswa, ia perlu mempelajari maksud, tata kerja, peran
guru, dan peran siswa dalam belajr pada kurikulum “baru” serta memahami adanya
metode dan teknik belajar “baru” bagi anak-anaknya maka ia dapat membantu
proses belajar anaknya secara baik.
5. Media pendidikan
Media pendidikan dapat berupa
buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD, komputer dan lain sebagainya.
Pada umumnya, sekolah masih kurang memiliki media tersebut, baik dalam jumlah
maupun kualitas. Lengkapnya media pendidikan merupakan kondisi belajar yang
baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya media pendidikan menentukan
jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul
masalah “bagaimana mengelola media pendidikan sehingga terselenggara proses
belajar yang berhasil baik.”
Media pendidikan dalam proses
belajar adalah barang mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang
pemerintah dan uang masyarakat. Maksud pembelian tersebut adalah untuk
mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya media pendidikan berarti menuntut
guru dan siswa dalam menggunakannya.
Peranan guru adalah sebagai berikut:
• memelihara, mengatur media untuk
menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,
• memelihara dan mengatur sasaran
pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan siswa belajar, dan
• mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan
prasarana dan sarana secara tepat guna.
Peranan
siswa sebagai berikut:
Ø ikut serta dan berperan aktif dalam
pemanfaatan media pendidikan secara baik,
Ø ikut serta dan berperan aktif dalam
pemanfaatan media pendidikan secara tepat guna,
Ø menghormati sekolah sebagai pusat
pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.
6. Keadaan gedung
Dengan
banyaknya jumlah siswa yang membeludak, keadaan gedung dewasa ini masih sangat
kurang. Mereka harus duduk berjejal-jejal di dalam kelas. Faktor ini tentu
menghambat lancarnya kondisi belajar siswa. Keadaan gedung yang tua dan tidak
direnovasi, serta kenyamanan dan kebersihan di dalam kelas yang masih kurang.
Hal itu, dapat menimbulkan ketidak nyamanan siswa dalam belajar. Sehingga
kegiatan belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.
7. Sarana Belajar
Sarana
belajar di sekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan
yang tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang darurat
atau tidak lengkap, tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan
mempengaruhi kualitas belajar, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil
belajar siswa. Adakalanya juga, sarana yang sudah begitu lengkap tidak disertai
dengan sistem pelayanan yang ramah. Contohnya, pegawai perpustakaan yang
cenderung tidak ramah, dan tidak membantu, peraturan-peraturan yang tidak
memberikan layanan yang jelas terhadap pemakai sarana, sikap arogan petugas
menganggap bahwa pusat-pusat layanan itu adalah miliknya karena ia mempunyai
otoritas.
8. Waktu belajar
Karena
keterbatasan gedung sekolah, sedangkan jumlah siswa banyak, maka ada siswa yang
harus terpaksa sekolah di siang hingga sore hari. Waktu di mana anak-anak harus
beristirahat, tetapi harus masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil
mengantuk. Berbeda dengan anak yang belajar di pagi hari. Sebab, pikiran mereka
masih segar, dan jasmani dalam kondisi baik. Karena belajar di pagi hari, lebih
efektif daripada belajar pada waktu lainnya. Oleh karena itu alangkah baiknya
kegiatan belajar di sekolah dilaksanakan pada pagi hari.
9. Rumah
Kondisi
rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan
tidak memiliki sarana umum untuk anak, akan mendorong siswa untuk berkeliaran
ke tempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan
perkampungan seperti ini jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar
siswa.
10. Alam
Hal
ini dapat berupa keadaan cuaca yag tidak mendukung anak untuk melangsungkan
proses belajar mengajar. Kalaupun berlangsung, tentu kondisi belajar siswa akan
kurang optimal.
3. Cara Mendiagnosa Masalah Belajar dan
Mengatasinya
Yang dimaksud dengan proses
mendiagnosis adalah proses pemeriksaan terhadap suatu gejala yang tidak beres.
Diagnosis masalah belajar dilakukan jika guru menandai atau mengidentifikasi
adanya kesulitan belajar pada muridnya.
Diagnosis masalah belajar dilakukan
secara sistematis dan terarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi adanya masalah
belajar
Untuk
mengidentifikasi masalah belajar diperlukan seperankat keterampilan khusus,
sebab kemampuan mengidentifikasi yang berdasarkan naluri belakang kurang
efektif. Gejala-gejala munculnya masalah belajar dapat diamati dalam berbagai
bentuk, biasanya muncul dalam bentuk perubahan perilaku yang menyimpang atau
dalam menurunnya hasil belajar. Perilaku yang menyimpang juga muncul dalam
berbagi bentuk seperti: suka mengganggu teman, merusak alat-alat pembelajaran
dan lain sebagainya.
2. Menelaah atau menetapkan status
siswa
Penelaahan
dan penetapan status murid dilakukan dengan cara:
1) Menetapkan tujuan khusus yang diharapkan
dari murid
2) Menetapkan tingkat ketercapaian
tujuan khusus oleh murid dengan menggunakan teknik dan alat yang tepat.
3) Menetapkan pola pencapaian murid,
yaitu seberapa jauh ia berbeda dari tujuan yang ditetapkan itu.
3. Memperkirakan sebab terjadinya masalah belajar
Membuat
perkiraan yang tepat adalah suatu perbuatan yang kompleks yang keberhasilannya
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa prinsip yang harus diingat
dalam memperkirakan sebab terjadinya masalah belajar:
1) Gejala yang sama dapat ditimbulkan
oleh sebab yang berbeda
2) Sebab yang sama dapat menimbulkan
gejala yang berbeda
3) Berbagai penyebab dapat berinteraksi
yang dapat menimbulkan gejala masalah yang makin kompleks.
B. Peran Psikologi Pendidikan dalam
Proses Belajar Mengajar
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor,
M,si. mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi
yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi
pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam yaitu ::
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam yaitu ::
1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori,
prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2. Mengenai proses belajar, yakni
tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta
didik dan sebagianya.
3. Mengenai situasi belajar, yakni
suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang
berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik. Sementara menurut Samuel
Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan,
yaitu :
1) Pengetahuan tentang psikologi
pendidikan (The science of educational psychology)
2) Hereditas atau karakteristik pembawaan
sejak lahir (heredity)
3) Lingkungan yang bersifat fisik
(physical structure).
4) Perkembangan siswa (growth).
5) Proses-proses tingkah laku (behavior
proses).
6) Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature
and scope of learning).
7) Faktor-faktor yang memperngaruhi
belajar (factors that condition learning)
8) Hukum-hukum dan teori-teori belajar
(laws and theories of learning).
9) Pengukuran, yakni prinsip-prinsip
dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles
and definitions).
10) Tranfer belajar, meliputi mata
pelajaran (transfer of learning subject matters)
11) Sudut-sudut pandang praktis mengenai
pengukuran (practical aspects of measurement).
12) Ilmu statistic dasar (element of
statistics).
13) Kesehatan rohani (mental hygiene).
14) Pendidikan membentuk watak
(character education).
15) Pengetahuan psikologi tentang mata
pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16) Pengetahuan psikologi tentang mata
pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam
proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis
terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang
pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia
telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu
kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan
merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi
pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara
pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah
pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar
mengajar peserta didik”
Guru
dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut
memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang
yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala
aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Dengan
memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan
psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran
secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode
pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan
memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar
peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang
kondusif.
Efektivitas
pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan
pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat
menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa
dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi secara tepat dengan
siswanya.
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi
dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan
di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang
adil.
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan
penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,
pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Penutup.
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
Penutup.
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
8. Guru sebagai pendidik/pengajar
menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses
belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir
kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi diri siswa harus
dipertimbangkan dalam merancang materi pembelajaran, metode dan media
pembelajaran, serta pemilihan pendekatan belajar agar tidak menimbulkan
hambatan belajar, melainkan dapat mengembangkan potensi diri siswa. Hasil yang
diharapkan terbentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM). Guru sebagai sumber pembelajar memiliki kewajiban
mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa.
Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut guru dapat melakukan
langkah-langkah berupa (1) Mengidentifikasi adanya masalah belajar (2)
Menelaah/menetapkan status siswa (3) Memperkirakan sebab terjadinya masalah
belajar.
B. Saran
Dengan
makalah ini tentunya kita dapat mengetahui bagaimana peran Psikologi pendidikan
dalam proses belajar megajar agar proses peningkatan belajar siswa sesuai yang
kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John w.2008, Psikologi
Pendidikan Edisi Kedua, Penerbit: Kencana Prenada Media Group:Jakarta
http://adinnagrak.blogspot.com/2013/11/makalah-peranan-psikologi-dalam_30.html